MAKALAH ANALISIS PUISI
MAKALAH
ANALISIS PUISI
Disusun oleh:
Sarah Thania Lewiera
(15517525)
1PA08
MATA KULIAH ILMU BUDAYA
DASAR
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. atas segala karunia yang tiada henti-hentinya pada hamba-Mu ini. Terima kasih untuk kedua orang tua yang memberikan dorongan dan bantuan baik secara moral maupun spiritual, saya berhasil menyelesaikan makalah dengan judul “Menganalisis Puisi” yang berisi pemahaman materi bagi teman-teman sebagai saran belajar agar siswa lebih aktif dan kreatif. Dalam penyusunan makalah ini, saya banyak sekali mengalami bayak kesulitan karena kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini dapat terselesaikan meskipun banyak kekurangan.
Saya menyadari
sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya belum seberapa dan masih perlu
banyak belajar dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif untuk kesempurnaan makalah
ini.
Saya berharap
mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat dan digunakan sebagai bahan
pembelajaran di masa yang akan datang. Amin.
Jakarta, 26 November 2017
Sarah Thania
DAFTAR ISI
BAB
I
1.1
Latar
Belakang
1.2
Rumusan
Masalah
1.3
Tujuan
Penulisan
1.4
Kegunaan
Penulisan
1.5
Prosedur
BAB II
2.1 Landasan Teoris
2.2 Pembahasan
BAB III
3.1 Simpulan
3.2 Penutup
3.3 Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Sebagai
mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia sudah sepatutnya kita menyadari
bahwa sebuah karya sastra adalah sesuatu yang sangat kaya dengan makna. Karya
tersebut harus dapat dipahami agar dapat diketahui makna yang terkandung di
dalamnya.
Selain itu, kita
dihadapkan pada sebuah tantangan bahwa kita akan menjadi seorang pengajar yang
diruntut untuk mempunyai kompetensi untuk mengajarkan sastra, yang salah
satunya adalah pemahaman terhadap genre sastra puisi. Oleh sebab itu, maka kita
harus senantiasa dapat memahami bagaimana cara atau metode dalam memaknai
sebuah karya sastra yang dalam hal ini adalah puisi.
1.2
Rumusan Masalah
Yang menjadi
rumusan masalah dalam makalah yang penulis susun adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
cara memahami sebuah puisi?
2. Apa makna
yang terkandung dari contoh puisi dalam makalah?
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan yang
ingin dicapai setelah penyusunan makalah adalah:
1.
Memberikan
gambaran tentang bagaimana cara memahami sebuah puisi.
2. Memberikan makna atau tafsiran terhadap
beberapa contoh puisi yang terdapat dalam makalah.
1.4
Kegunaan
Penulisan
Makalah ini
diharapkan menjadi sebuah gambaran tentang cara atau langkah yang harus
ditempuh oleh seorang apresiator dalam memaknai sebuah puisi, lebih khusus
tentang hakikat puisi.
1.5
Prosedur
Disusun dengan
menggunakan metode studi pustaka atau menelaah berbagi buku.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teoretis
Memahami
sebuah puisi ternyata bukanlah hal yang mudah. Hal ini disebabkan bahwa puisi
merupakan sebuah karya yang multi interpretatif, sehingga memungkinkan makna
yang lebih dari satu tergantung dari sudut mana apresiator menerjemahkan puisi
tersebut.
Kemultiinterpretatifan
puisi merangsang para ahli sastra untuk memberikan kemudahan dalam memahami
sebuah puisi, seperti yang dilakukan oleh Prof. Dr. Mursal Esten dalam bukunya
yang berjudul Memahami Puisi.
Beliau
memberikan sepuluh petunjuk dalam memahami puisi. Kesepuluh langkah tersebut
adalah:
1.
Perhatikanlah
judulnya
2.
Lihat
kata-kata yang dominan
3.
Selami
makna konotatif
4.
Makna
yang lebih benar adalah makna yang sesuai dengan struktur bahasa.
5.
Untuk
menangkap maksud sebuah puisi, prosakanlah atau parafrasekan puisi tersebut.
6.
Usut
siapa yang dimaksud kata ganti yang terdapat dalam puisi tersebut.
7.
Temukan
pertalian antara semua unsure dalam puisi
8.
Mencari
makna yang tersembunyi
9.
Memperhatikan
corak sebuah sajak
10. Harus dapat menunjukan bait mana, atau
larik mana yang menjadi sumber tafsiran tersebut.
11. Memahmi Puisi karya Mursal Esten
(1995:31-56)
12. Ternyata, dalam memahami puisi tidak
hanya dapat dilakukan dengan meninjau unsur fisiknya saja, melainka ada unsur
lain yang tidak kalah pentingnya untuk dipahami.
Herman J. Waluyo dalam bukunya Teori dan
Apresiasi Puisi mengistilahkan unsur batin
puisi denagan istilah hakikat puisi. Ada empat unsur hakikat puisi, yakni:
1.
Tema
Herman J. Waluyo
(1987:106) mengatakan “Tema merupakan pokok atau subject-matter yang
dikemukakan oleh penyair”. Ungkapan tersebut mengindikasikan bahwa tema
merupakan sebuah atmosfer dari sebuah puisi, sebuah puisi pasti memiliki sebuah
tema (umumnya satu) yang melingkupi keseluruhan puisi. Oleh sebab itu dalam
menafsirkan tema dalam puisi, puisi tersebut harus ditafsirkan secara utuh.
2.
Perasaan (Feeling)
Perasaan ini
adalah keadaan jiwa penyair ketika menciptakan puisi tersebut. Pendapat penulis
ini didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Herman J. Waluyo (1987:121)
bahwa perasaan adalah “ suasana perasaan penyair yang ikut diekspresikan dan
harus dapat dihayati oleh pembaca”.
3.
Nada dan Suasana
Nada adalah
sikap penyair dalam menyampaikan puisi terhadapa pembaca, beraneka ragam sikap
yang sering digunakan oleah penyair, seperti yang dikemukakakn oleh Herman J.
Waluyo (1987:125) “…apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, menyindir,
atau bersikap lugas…”.
Suasana adalah
keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi tersebut.
4.
Pesan (Amanat)
Herman J. Waluyo
(1987:130) menyatakan bahwa “Pesan adalah maksud yang hendak disampaikan atau
himbauan atau pesan atau tujuan yang hendak disampaikan penyair”.
Meninjau
pernyataan beliau, pesan merupakan inti dari sebuah puisi yang merupakan
gagasan subjektif penyair terhadapa sesuatu.
2.2
Pembahasan
Berikut adalah
beberapa puisi yang telah coba penulis tentukan makna di balik hakikat puisi
tersebut.
Hendri Rosevelt
Sesuatu yang Datang dan Pergi
Biarkan lilin ini tetap
menyala, katamu
dengan wajah yang tak
seluruhnya terbaca
dibalut malam yang tua.
Dan jam dinding
yang mengantarkan gigil suara
seperti memberikan nyawa
setiap benda.
Kemudian pada sebuah
jendela
kau ingat-ingat lagi
seluruh peristiwa
“malam yang sama, hujan
belum juga reda”
telah menghapus setiap
jejak di jalan kecil itu
namun tidak untuk
sesuatu yang kau tunggu.
Sesuatu yang selalu
datang
dan memburumu dalam
dekap
sebelum kembali pergi
menuntaskan sepi.
Dan kau tidak bisa
berbuat apa
lantaran mengerti harus
ada yang diselesaikan
dari kesedihan.
Bandar Lampung,
2003
A. Tema
Hal
pertama yang harus dilakukan untuk menentukan hakikat dari sebuah puisi adalah
menentukan tema yang terkandung dalam sebuah puisi. Herman J. Waluyo (Teori dan
Apresiasi Puisi,106) mengatkan bahwa: “ Tema merupakan gagasan pokok atau
subject-matter yang dikemukakan oleh penyair”.
Dalam menentukan
tema dari sebuah puisi, seorang apresiator harus menghubungkan antara puisi
dengan penyairnya, sebab puisi bersifat khusus (subjektif), tetapi puisi juga
bersifat obyektif bagi semua penafsir, sebab jika puisi telah diterbitkan atau
telah di publikasikan, maka puisi tersebut mutlak milik pembaca, yang tentunya
tetap harus memperhatikan kaidah pemaknaan sebuah puisi.
Puisi yang
berjudul Sesuatu yang Datang dan Pergi memiliki tema religius. Penulis
menafsirkan demikian sebab puisi tersebut melambangkan pengalaman batin penyair
terhadap kematian. Hal tersebut terlihat dari judul puisinya “Sesuatu yang
Datang dan Pergi”. Menurut pendapat penulis, yang dimaksud oleh “sesuatu” di
sana adalah kematian. Hal tersebut seiring dengan cara memahami puisi yang
dikemukakan oleh Prof. Dr. Mursal Esten (1995:32) “ Perhatikanlah judulnya.
Judul adalah sebuah lubang kunci untuk keseluruhan makna puisi”.
Dalam puisi
tersebut terlihat bagaimana kepasrahan tokoh dalam puisi terhadap kematian.
Tokoh begitu menyadari bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti datang, sebab
sudah merupakan takdir-Nya.
Sesuatu yang selalu datang
dan memburumu dalam dekap
sebelum kembali pergi menuntaskan sepi.
Dan kau tidak bisa berbuat apa
lantaran mengerti harus ada yang
diselesaikan
dari kesedihan.
Bait di atas
menggambarkan bahwa kematian akan selalu datang, memburu. Kesadaran tokoh yang
dilukiskan pengarang terlihat dalam “Dan kau tidak bisa berbuat apa lantaran
mengerti harus ada yang diselesaikan dari kesedihan” larik tersebut
menggambarkan kepasrahan, bahwa kita tidak akan mampu berbuat apa-apa jika
dihadapkan pada kematian, dan tokoh dalam cerita begitu mengerti bahwa hidup
memang harus ada penyelesaian.
Dengan demikian
maka jelas bahwa tema yang terkandung dalam puisi di atas adalah tema religius.
B. Perasaan
(Feeling)
Perasaan dalam
sebuah puisi adalah suatu ekspresi dari perasaan penyair yang dituangkan dalam
puisi tersebut. Perasaan setiap penyair tentunya berbeda, hal inilah yang
membedakan sikap penyair yang satu dengan penyair yang lain walaupun terhadap
sesuatu hal yang sama.
Penulis
berpendapat bahwa perasaan kereligiusan penyair menjadi hal utama yang
melandasi terciptanya puisi tersebut. Sikap pasrah penyair terhadap takdir-Nya,
dan kesadaran penyair tentang kematian.
Biarkan lilin ini tetap menyala, katamu
dengan wajah yang tak seluruhnya terbaca
dibalut malam yang tua. Dan jam dinding
yang mengantarkan gigil suara
seperti memberikan nyawa setiap benda.
Bait di atas
menggambarkan kesunyian yang dirasakan penyair ketika kematian akan datang,
bahkan penyair beranggapan bahwa kematian adalah sebuah kesunyian. Kesunyian
ini dilambangkan penyair dengan sebuah metafor “Dan jam dinding yang
mengantarkan gigil suara seperti memberikan nyawa setiap benda” metafor
tersebut penulis artikan sebagai waktu yang begitu sunyi sampai detak jam
dinding pun terdengar begitu jelas.
Dengan demikian
maka penulis menyimpulkan bahwa perasaan yang dirasakan penyair dalam puisinya
adalah perasaan pasrah menghadapi sebuah kematian.
C. Nada
dan Suasana
Herman J. Waluyo
(Teori dan Apresiasi Puisi,125) “ Sikap penyair terhadap pembaca ini disebut
nada puisi”. Setiap puisi memiliki nada-nada tertentu, nada ini adalah cara
penyair menyampaikan hal dalam puisinya.
Penulis
berpendapat bahwa puisi tersebut bernada lugas, sebab penyair begitu lugas
dalam mengemukakan bagaimana pengalaman religiusnya terhadap pembaca. Puisi
yang berjudul Sesuatu yang Datang dan Pergi mencerminkan bagaimana kelugasan
penyair dalam mengemukakan pengalamannya, tidak bersikap menggurui. Hal ini
disebabkan bahwa kematian adalah sesuatu yang sangat sakral, tidak ada yang
mampu meramalkan sebuah kematian.
Suasana adalah
perasaan yang dirasakan pembaca setelah membaca sebuah puisi. Seperti yang
dikemukakan oleh Herman J. Waluyo (Teori dan Apresiasi Puisi:125) “ Suasana
adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi itu atau akibat psikologis
yang ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca”. Puisi yang berjudul Sesuatu yang
Datang dan Pergi memberikan kesadaran pada pembaca, bahwa kematian bukanlah sesuatu
yang menakutkan. Hal ini penulis rasakan setelah membaca puisi tersebut,
penulis menyadari bahwa kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan, sebab walau
bagaimanapun kematian akan tetap datang, sebab kematian merupakan sebuah
kepastian.
D. Amanat
(Pesan)
Setelah memahami
tentang tema, nada,dan perasaan yang terdapat dalam puisi tersebut, penulis
menyimpulkan bahwa pesan yang ingin disampaikan pengarang dalam puisinya adalah
tentang kematian, pengarang ingin mengamanatkan bahwa kta tidak perlu takut menghadapai
kematian, sebab kematian pasti akan selalu datang, yang harus kita persiapkan
agar kematian tidak menjadi sesuatu yang menakutkan adalah kehidupan yang tetap
di Jalan-Nya.
Tengsoe Tjahjono
Samudera
Diri manusia adalah samudra
dalam dan luas
malaekat dan setan membunyikan
genderang perang
berkejaran di atas ombak-ombak
terpental kepantai lantas
menggapai langit
dengan jemari dan kuku-kukunya
satu kalah
satu menang
A.
Tema
Tema yang
terkandung dalam puisi yang berjudul Samudra ini adalah tema kemanusiaan.
Penulis berpendapat bahwa yang diceritakan penyair dalam puisi tersebut adalah
tentang luasnya jiwa manusia yang disimbolkan oleh samudra, “diri manusia
adalah samudra dalam dan luas” tetapi walau demikian jiwa manusia yang luas
tersebut tidak luput dari godaan setan “malaikat dan setan membunyikan
gendering perang”, hal ini adalah sebuah kode aksian tentang bagai mana gejolak
yang terjadi dalam jiwa manusia, konflik batin yang ditimbulkan oleh bisikan
setan dan malakat. Terkadang jiwa manusia menang sebab bisikan malaikat lebih
kuat jika dibandingkan dengan bisikan setan tetapi terkadang sebaliknya.
berkejaran di atas ombak-ombak
terpental kepantai lantas
menggapai langit
dengan jemari dan kuku-kukunya
satu kalah
satu menang
B.
Perasaan (feeling)
Puisi ini
menggambarkan pemahaman penyair terhadap situasi jiwa manusia, pandangan
penyair terhadap bisikan-bisikan hati manusia yang mempengaruhi prilaku
manusia. Penyair memahami bagaimana setan dan malaikat mempengaruhi jiwa
manusia. Malaikat mempengaruhi manusia agar selalu ada di jalan-Nya, sedangkan
setan menjerumuskan manusia agar ingkar terhadap firman-Nya. Kadang jiwa
manusia mampu mengusir segala bisikan setan yang dapat menjerumuskannya tetapi
terkadang manusia malah mengikuti hawa nafsunya, ketika itulah setan merasa
menang.
C.
Nada dan Suasana
Nada yang
terlihat dalam puisi di atas adalah bahwa penyair berlaku sebagai seorang teman
pembaca yang bercerita tentang keadaan jiwanya atau jiwa pembaca, bahkan
seluruh jiwa umat manusia. Penyair tidak berlaku sebagai seorang guru, bahkan
penyair seolah tidak leluasa dalam membagi pengalamannya. Hal terlihat dalam:
“satu kalah…satu menang”, penulis berpendapat bahwa penyair sebenarnya ingin
menyampaikan bahwa sesungguhnya manusia lebih sering menuruti kehendak setan
dari pada kehendak malaikat.
Suasana yang
ditimbulkan setelah membaca puisi tersebut adalah bahwa kita harus mengetahui
bahwa dalam menjalani kehidupan tidaklah semudah yang sering kita bayangkan.
Pembaca seharusnya menyadari bahwa dalam mengarungi kehidupan
D.
Pesan (Amanat)
Pesan yang ingin
disampaikan penyair dalam puisi tersebut adalah bahwa dalam diri manusia
terdapat jiwa yang teramat luas sehingga diperlukan kontrol. Sejak jaman Adam
sampai saat ini setan selalu datang membisikan ke dalam dada manusia agar
ingkar dari jalan-Nya, oleh sebab itu, manusia memerlukan kendali untuk melawan
bisikan tersebut.
satu kalah
satu menang
Potongan bait
ini menjelaskan keadaan jiwa manusia, kadangkala manusia mampu melawan bisikan
setan tersebut, dan terkadang pula sebaliknya, manusia terjerumus oleh bisikan
setan. Sekali lagi manusia memerlukan sebuah benteng untuk melawan bisikan
setan tersebut. Satu-satunya jalan untuk melawan bisikan setan adalah dengan
memegang erat ajaran agama.
Inggit Putria Marga
Firman
Ada yang menitik,
Sembunyi
Pada celah batu
Ada yang mengalir
Ada yang beku
Bandar Lampung,2001
A.
Tema
Seperti halnya
puisi karya Hendri Rosevelt “Sesuatu yang Datang dan Pergi” puisi karya Inggit
yang berjudul Firman pun bertema religius, bahkan dalam judulnya pun sudah
begitu jelas bahwa puisi ini bercerita tentang Firman Tuhan. Kata “Firman”
merupakan sebuah kata yang biasa dipakai dalam suasana kereligiusan.
Penyair
mempunyai sebuah kesimpulan bahwa semua yang ada di dunia ini adalah firman-Nya.
Ada yang
menitik,
Sembunyi
Pada celah batu
Ada yang
mengalir
Ada yang beku
Penyair
menyadari bahwa sekecil apapun yang ada di dunia ini merupakan firman-Nya. Hal
ini dikemukakan penyair dengan menggunakan sebuah majas perbandingan
(personifikasi) “Ada yang menitik, sembunyi pada celah batu ada yang mengalir
ada yang beku”. Penulis memakna bahwa yang menitik, yang sembunyi, yang
mengalir, dan yang beku adalah firman, sesuatu yang abstrak tetapi diserupakan
dengan prilaku manusia, sehingga majas tersebut termasuk pada majas
personifikasi.
B. Perasaan
(Feeling)
Puisi di atas
merupakan sebuah hasil perenungan penyair terhadap segala sesuatu yang ada di
dunia ini, sehingga terciptalah puisi religius ini. Perasaan penyair yang
diekspresikan dalam puisi ini adalah perasaan sadar bahwa betapa kuasanya
Tuhan, sehingga selalu memberikan firmannya dalam segala bentuk, untuk menjadi
sebuah bahan tafakur umat manusia, bukan hanya untuk dieksploitasi dengan
semena-mena.
Sebagai mahluk
Tuhan kita harus memikirkan ciptaan-Nya, untuk menjadi sebuah pengetahuan yang
akan beguna dalam kehidupan, sebab mahluk Tuhan akan memberikan pengetahuan
pada setiap orang yang mau mempelajarinya dengan saksama.
C.
Nada dan Suasana
Nada penyair
dalam menyampaikan isi dari puisinya, adalah dengan mengekspresikan hasil
pemikirannya tehadap segala sesuatu yang ada di dunia ini, penyair menyadari
bahwa segala sesuatu yang diciptakan Tuhan adalah firman.
Dalam
mengemukakan hal itu, pengarang sama sekali tidak bermaksud menggurui pembaca,
pengarang hanya mengemukakan hasil pemikirannya pada pembaca dengan lugas dan
apa adanya sesuai dengan hasil pemikirannya tersebut.
Suasana yang
ditimbulkan setelah penulis membaca karya tersebut adalah suasana kesadaran dan
penyesalan, mengapa demikian? Sebab penulis merasa menyesal mengapa penulis
tidak berpikir sejauh itu, tidak berusaha memahami semua ciptaan-Nya sebagi
sebuah firman yang harus menjadi sebuah bahan pemikiran.
D.
Pesan (Amanat)
Pesan yang ingin
penyair sampaikan dalam puisi tersebut adalah bahwa kita sebagi mahluk Tuhan
seharusnya menafakuri semua ciptaannya sebagai sebuah sebuah firman yang dapat
memberikan pengetahuan pada kita.
Pada umumnya
manusia hanya memikirkan bagaimana agar bumi ini memberikan keuntungan
sebesar-besarnya pada dirinya tanpa memikirkan akibatnya, hal inilah yang
menjadi hal yang dapat memberikan kehancuran pada alam semesta ciptaan-Nya.
Apip Mustopa
Tuhan Telah Menegurmu
Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan
lewat perut anak-anak yang kelaparan
Tuhan telah menegurmu dengan cukup sopan
lewat semayup suara adzan
Tuhan telah menegurmu dengan cukup
menahan kesabaran
lewat gempa bumi yang berguncang
deru angin yang meraung-raung kencang
hujan dan banjir yang melintang pukang
adakah kau dengar?
A.
Tema
Tema yang
terkandung dalam puisi yang berjudul “Tuhan Telah Menegurmu” adalah tema
ketuhanan. Penulis menyimpulkan demikian sebab puisi tersebut menceritakan
tentang bagaimana Tuhan memberikan peringatan pada manusia dengan gejala alam
yang termasuk kecil (hanya berupa kiamat kecil), puisi tersebut menggambarkan
bagaimana Tuhan adalah Maha Penyabar, tidak langsung memberikan akhir dunia
pada manusia.
Tuhan telah
menegurmu dengan cukup sopan
lewat perut
anak-anak yang kelaparan
Tuhan telah
menegurmu dengan cukup sopan
lewat semayup
suara adzan
Tuhan telah
menegurmu dengan cukup menahan kesabaran
lewat gempa bumi
yang berguncang
deru angin yang
meraung-raung kencang
hujan dan banjir
yang melintang pukang
Dalam puisi
tersebut tergambar bagaimana Tuhan begitu sabar memberikan peringatan pada umat
manusia, Tuhan memberikan sebuah gambaran tentang kehidupan untuk menjadi
sebuah pembelajaran pada kita untuk berbagi dengan sesama. “lewat perut
anak-anak yang kelaparan”. Sebagai manusia ciptaan Tuhan seharusnya kita selalu
mengingatnya “ lewat semayup suara azan” serta Tuhan juga memberikan
gambaran bagaimana akibat dari ulah manusia jika mengeksploitasi alam secara
semena-mena “lewat gempa bumi yang berguncang deru angin yang meraung raung
kencang hujan dan banjir yang melintang pukang”.
Dengan demikian
maka jelas bahwa tema yang terkandung dalam puisi tersebuat adalah ketuhanan.
B.
Perasaan (Feeling)
Yang tergambar
dalam puisi di atas adalah perasaan getir pengarang terhadap kehidupan umat
manusia yang seolah tidak peduli dengan peringtan-peringatan yang telah dengan
cukup sabar diberikan Tuhan. Pengarang memberikan sebuah ironisme atau sindiran
pada manusia tentang kejadian yang terjadi di sekeliling manusia tetapi tidak
juga menyadarkan mereka. Bahkan penulis mengindikasikan adanya rasa kesal
pengarang terhadap prilaku manusia tersebut, manusia seakan tidak peduli dengan
kejadian yang terjadi di lingkungannya. Hal ini terlihat dalam bait terakhir
dari puisi tersebut yang hanya satu larik. “ adakah kau dengar?” hal ini
merupakan ungkapan kekesalan penyair tentang prilaku manusia.
C.
Nada dan Suasana
Nada pengarang
dalam menyampaikan puisinya adalah menggurui, hal ini sebagai ungkapan
pengarang dalam mengekspresikan kekesalannya terhadap sikap manusia yang tak
acuh terhadap kejadian yang terjadi di lingkungannya, pada pengemis-pengemis
yang sering kelaparan, pada bencana alam, dan akibat dari ulah manusia yang
merusak alam.
Penyair
sebenarnya tidak ingin menggurui pembaca, tetapi karena terdorong oleh perasaan
kecewa tersebut maka penyair melakuka hal itu. Hal ini terlihat dalam bait
terakhir puisi tersebut, yang berbunyi: “Adakah kau dengar?”. Hal ini terdorong
oleh kekesalan penyair terhadap manusia yang seolah tuli dengan kejadian yang
seharusnya menjadi tanggung jawab bersama.
Suasana yang
ditimbulkan setelah membaca puisi tersebut adalah kesadaran bahwa segala
sesuatu yang terjadi haruslah menjadi sebuah bahan pemikiran kita, seperti anak
yang kelaparan, bencana alam dan lain-lain. Sebab tidak mustahil semua kejadian
tersebut akibat ulah kita. Bahkan saya salaku pembaca merasa malu dan tersindir
oleh apa yang dikemukakan penyair dalam puisinya, selama ini kita seolah
membutakan mata sendiri ketika melihat anak yang kelaparan, kita seolah
menulikan telinga sendiri ketika mendengar bencana alam, bahkan kita enggan
mengingat-Nya ketika terdengar semayup suara azan.
D.
Pesan (Amanat)
Hal yang ingin
disampaikan penyair dalam puisi ini adalah bahwa kita sebagai umat manusia
harus lebih peka dengan kejadian yang terjadi di lingkungan kita, kita harus
menyadari bahwa Tuhan telah begitu sabar memberikan peringatan pada kita,
penyair juga ingin memberikan sebuah kenyataan apa yang sebenarnya terjadi di
sekitar kita untuk menjadi tanggung jawab bersama.
Puisi ini juga
memberikan sebuah solusi bagaimana cara kita agar lebih peka terhadap
lingkungan kita, yaitu dengan jalan selalu mengingat tuhan yang disiratkan oleh
semayup suara azan.
Dian Jaka Sudrajat
Menunggu
Waktu hanya menjadi sebuah penantian
Bagi kita. Berabad-abad
Menunggu jemputan takdir yang Kuasa
Untuk sebuah pertemuan
Pertemuan antara hatimu dan hatiku
Dalam cahaya kebahagiaan cinta
2001
A.
Tema
Puisi yang
berjudul Sesuatu yang Menunggu memiliki tema religius. Penulis menafsirkan
demikian sebab puisi tersebut melambangkan pengalaman penyair terhadap sesuatu
yang dinamakan waktu. Hal tersebut terlihat dari judul puisinya “Menunggu”.
Menunggu adalah suatu perbuatan pasif yang berkaitan dengan waktu.
Pada bait kedua
“Menunggu jemputan takdir yang Kuasa untuk sebuah pertemuan” Penulis
menafsirkan bahwa kehidupan sebenarnya adalah sebuah penantian untuk pertemuan
dengan Yang Maha Kuasa, dengan kata lain, bahwa sebenarnya kita hidup di dunia
hanya persinggahan sementara, untuk menunggu sebuah kehidupan yang abadi. Dalam
puisi tersebut terlihat bagaimana kepasrahan tokoh dalam puisi terhadap
kematian. Tokoh begitu menyadari bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti
datang, sebab sudah merupakan takdir-Nya.
Dengan demikian
maka jelas bahwa tema yang terkandung dalam puisi di atas adalah tema religius.
Perasaan
(Feeling)
Perasaan yang
peling tampak dalam puisi di atas adalah sebuah arus kesadaran penyair dalam
mengarungi kehidupan di dunia, bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara.
Penyair begitu menyadari bahwa kehidupan yang sesungguhnya adalah kehidupan
setelah alam dunia ini.
Tetapi pada dua
larik akhir pada bait kedua, penyair mempunyai sebuah harapan bahwa kehidupan
yang abadi ada dalam kebahagiaan.
“Pertemuan
antara hatimu dan hatiku
dalam
kebahagiaan cahaya cinta”
Yang dimaksud
dengan “hatimu dan hatiku” pada larik tersebuat adalah pertemuan antara mahluk
dengan sang pencipta. Sedangkan yang dimaksud dengan “dalam kebahagiaan cinta”
adalah surga, penyair menginginkan bahwa hidup nanti di akhirat dapat rahmat
dari Yang Maha Kuasa dengan surga-Nya.
Nada dan Suasana
Menurut pendapat
penulis, nada penyair dalam menyampaikan isi puisi tersebut adalah sebagai
seorang pencerita. Seorang pencerita yang menyadari bahwa takdir manusia adalah
untuk menunggu kehidupan abadi di akhirat. Manusia tidak dapat mengelak dari
kematian untuk hidup kembali di alam lain dan mempertanggungjawabkan
perbuatannya selama ada di alam dunia.
Penyair ingin
berbagi dan mengajak pembaca untuk selalu berharap yang terbaik untuk kehidupan
abadi tersebut, yaitu surga. Dengan ajakan tersebut, sebenarnya penyair ingin
memberikan sebuah pertanyaan pada pembaca, bagaimana agar dapat hidup bahagia
di alam sana?.
Suasana yang
ditimbulkan setelah membaca puisi tersebut adalah pembaca semakin menyadari
bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara, kehidupan yang sebenarnya adalah
di akhirat. Termasuk saya sebagai pembaca, saya merasa harus lebih hati-hati
dalam menjalankan kehidupan ini, sebab nanti akan diminta pertangungjawaban
atas semua yang telah dilakukan.
Amanat (Pesan)
Dalam puisi yang
berjudul “Menunggu” penyair ingin memberikan sebuah amanat pada pembaca agar
lebih hati-hati dalam menjalankan kehidupan ini,sebab segala yang diucapkan,
diniatkan, dan dilakukan ada pertanggungjawabannya. Penyair mengingatkan pembaca
bahwa manusia jangan terlena oleh kehidupan dunia.
Selama kita
menunggu di dunia hendaklah diisi dengan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat
bagi diri dan orang lain, sehingga menjadi sebuah jaminan agar kita bahagia
nanti di kehidupan abadi.
Doni Muhamad Nur
Nurani
Penyair tidak mencipta
Sajak dari ketiadaan, dari
Mimpi-mimpi kosong
Ia pendaki puncak batin;
Desah nafasnya adalah
Nyanyian kehidupan
Yang menjelma puisi
Lebih kekal dari batang
Usianya yang rapuh
Dipangkas waktu
1997-2001
A. Tema
Untuk menentukan
tema dari sebuah puisi pertama-tama penulis memperhatikan judulnya terlebih
dahulu. Langkah ini seperti yang telah penulis baca dari buku karangan Mursal
Esten (1995:31) yang mengatakan bahwa petunjuk pertama dalam memahami sebuah
puisi adalah dengan melihat judulnya. Puisi di atas
berjudul Nurani, dengan judul yang seperti telah penulis sebutkan
tadi, maka tema yang terdapat dalam puisi di atas adalah kemanusiaan, sebab
menceritakan tentang nurani yang seyogyanya selalu ada dalam setiap hati manusia.
Meneliti lain
hal dari puisi tersebut yang memperkuat pendapat penulis adalah kutipan
berikut:
1.
Penyair
tidak mencipta
2.
Sajak
dari ketiadaan, dari
3.
Mimpi-mimpi
kosong
4.
Ia
pendaki puncak batin;
5.
Desah
nafasnya adalah
6.
Nyanyian
kehidupan
Dari kutipan di
atas maka yang diceritakan penyair adalah tentang penyair, peyair adalah
seseorang yang menciptakan sebuah karya bukan dari sebuah kekosongan, maksudnya
bahwa puisi merupakan sebuah karya sastra yang berasal dari kehidupan manusia.
Selain itu di
sana juag adi ceritakan penyair merupakan seorang pendaki puncak batin, artinya
penyair adalah seseorang yang mempunyai kepakaan batin terhadap sesuatu yang
terjadi di lingkungannya (kehidupan).
Maka tema yang
ada dalam puisi tersebut adalah tema kemanusiaan (sosial).
B. Perasaan
Penulis mengira
bahwa perasaan yang ada pada diri pengarang pada saat membuat karya tersebut
adalah memikirkan apa dan siapakah penyair. Perasaan ini lahir dari pemikiran
penyair terhadap apa yang dia rasakan ketika membuat sebuah sajak, bahwa sajak
adalah sebuah karya isi atau tidak kosong dari kehidupan yang terjadi di
lingkungannya.
Selain itu,
penulis berpendapat bahwa ketika itu penyair merasakan sebuah perasaan yang
mendalam tentang proses pembuatan sebuah karya. Pembuatan sebuah puisi bukanlah
hal yang mudah, sebab seorang penyair harus memahami sesuatu bukan hanya dari
lahirnya saja melainkan dari batinnya juga.
Ia pendaki puncak batin;
Desah nafasnya adalah
Nyanyian kehidupan
Dengan demikian
perasaan yang sebenarnnya dirasakan penyair adalah bahwa untuk menjadi seorang
penyair bukanlah hal yang mudah.
C. Nada
dan Suasana
Nada adalah
proses atau cara penyair menyampaikan sesuatu pada pembaca puisinya. Ada yang
bersikap seperti seorang guru dan lain-lain. Hal ini diungkapkan pula oleh
seorang ahli sastra sebagai berikut:
Herman
J. Waluyo (1987:125) “Penyair mempunyai sikap tertentu terhadapa pembaca,
apakah dia ingin bersikap menggurui, menasihati, menyindir, atau bersikap lugas
hanya menceritakan sesuatu pada pembaca”.
Menurut
pendapat penulis, penyair dalam puisi di atas termasuk pada sikap yang
terakhir, yaitu bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu pada pembaca, hanya
saja kali ini penyair ingin meyakinkan bahwa seorang penyair bukanlah seseorang
yang bodoh, bahkan menurutnya penyair adalah seseorang yang mempunyai kelebihan
dibandingkan orang-orang pada umumnya.
Perasaan
yang saya rasakan ketika membaca puisi ini dan memaknainya lebih jauh, saya
menjadi lebih tahu tentang siapa penyair sebenarnya, dari manakah sumber ide
pembuatan sebuah puisi yang dapat dijawab pada larik terakhir bait kedua “Desah
nafasnya adalah nyanyian kehidupan” penulis memberikan arti bahwa puisi
bersumber dari kehidupan manusia.
D. Pesan
atau Amanat
Amanat atau
pesan berbeda dengan tema, tema menurut pendapat penulis bersifat objektif atau
tergantung pada pembaca, tetapi amanat itu bisaanya hal yang ingin disampaikan
penyair berdasarkan persepsinya sendiri.
Pesan yang
terdapat dalam puisi tersebut adalah tentang rintangan yang harus dihadapi
seorang penyair untuk dapat membuat sebuah karya.
Tetapi
seandainya karya tersebut sudah lahir, tidak sedikit karya yang abadi walaupun
penyairnya telah wafat.
Yang menjelma puisi
Lebih kekal dari batang
Usianya yang rapuh
Dipangkas waktu
Doni Muhamad Nur
Api dan Air
Api dan air tak pernah menyatu
Tapi saling membantu
Api dan air mengapit cinta;
Membenihkan kasih sayang
Membenihkan pula luka
Dan duka di bumiNya.
1997
A. Tema
Tema yang
terdapat dalam puisi di atas adalah sosial. Tetapi penulis mengalami kesulitan
ketika akan menerjemahkan temanya, sebab puisi tersebut sangat kaya dengan
majas.
Majas yang
terdapat dalam puisi tersebut adalah majas metafora atau perbandingan langsung.
Majas ini pula adalah sebuah terobosan baru, sebab biasanya kita mendengar
bahwa air tidak akan pernah bersatu, tetapi oleh penyair justru air dan api
dapat saling membantu “Api dan air tak pernah menyatu tapi saling membantu”
kutipan di atas penulis artikan sebagai perbedaan yang biasanya terdapat dalam
kehidupan manusia, perbedaan dimetaforkan dengan air dan api, yang dapat saling
membantu, arti kata bahwa perbedaan dapat pula dipakai menjadi sebuah alat
untuk saling membantu.
Dengan demikian
tema yang terdapat dalam puisi di atas adalah sosial kemanusiaan.
B. Perasaan
Menurut pendapat
penulis perasaan pengarang yang tergambar dari puisi di atas adalah gambaran
dari kekhawatiran penyair tentang penyalahgunaan perbedaan pada diri manusia,
seperti yang terjadi di negara kita saat ini. Perbedaan justru dijadikan alat
untuk saling menjatuhkan.
Perbedaan yang
disimbolkan oleh air dan api dapat melahirkan cinta
kasih dengan sesama. Bukankah Tuhan
menciptakan mahluk-Nya berpasang-pasangan?
Api dan air
mengapit cinta;
Membenihkan
kasih sayang
Tetapi penyair
juga mewaspadai tentang akibat negative dari perbedaan itu. Perbedaa itu
kadang-kadang bahkan sering menjadi sebuah benih yang dapat menghancurkan semua
hal.
C.
Nada dan Suasana
Nada yang
menjadi cara dalam menyampaikan inti cerita, penyair seperti menjadi guru bagi
pembaca, hal ini terbukti dari cara penyair dalam memberikan pengertian tentang
kebisaaan api dan air yang menjadi simbol perbedaan tersebut, tetapi mungkin
saja hal ini sebagai akibat dari emosi penyair yang menyaksikan perbedaan yang
dijadikan alat untuk saling menjatuhkan.
Suasana yang
ditimbulkan oleh puisi tersebut adalah bertambahnya rasa kasih sayang terhadap
sesama, walaupun berbeda suku, warna kulit, dan sebagainya.
Suasana ini
menjadi sebuah pedoman bagi pembaca untuk hidup di lingkungan dengan membina
tali persaudaraan dan saling mengasihi, agar tercipta suasana lingkungan yang
sejahtera.
D. Pesan
Pesan yang ingin
disampaikan penyair dalam puisinya adalah bahwa perbedaan janganlah menimbulkan
pertentangan dan perbedaan janganlah dijadikan alat untuk saling merusak, sebab
bukan hanya umat manusia yang akan rusak oleh perbedaan yang tidak dipahami
tetapi juga alam yang sepatutnya kita jaga akan mengalami kerusakan.
Pesan tersebut
merupakan sebuah hal yang sangat kontekstual. Mengapa demikian? Sebab hal ini
terjadi saat ini di negara kita.
Moh. Wan Orlet
INDONESIA KAYA
Untuk:WR.
Supratman
Indonesia telah
merdeka
Putuskan rantai
penjajah
Dan kini
berkibar merah putih
Indonesia
merdeka
Kita telah
manusia
Aku telah
manusia
Indonesia kaya
merdeka
Kapan kita
manusia
Kapan aku manusia
2000
A.
Tema
Tema yang
terdapat dalam puisi karya Moh. Wan Orlet ini adalah tema nasionalisme. Mengapa
demikian, sebab puisi tersebut menceritakan tentang Bangsa Indonesia yang
terlepas dari penjajahan.
Pendapat penulis
ini disimpulkan setelah memperhatikan kutipan berikut:
1.
Indonesia
telah merdeka
2.
Putuskan
rantai penjajah
3.
Dan
kini berkibar merah putih
4.
Dalam
kutipan di atas dikatakan bahwa Indonesia telah terlepas dari belenggu
penjajahan.
Yang unik dari
puisi di atas adalah bahwa puisi tersebut didedikasikan untuk Seorang tokoh
nasional yang menciptakan lagu kebangsaan Indonesia Raya, tetapi meninjau judul
puisi di atas “ Indonesia Kaya” membuat pertanyaan dalam benak saya, apakah
puisi tersebut merupakan sebuah sindiran untuk Bangsa kita?
Pendapat penulis
ini hadir terangsang oleh kehadiran bait terakhir puisi tersebut:
Indonesia kaya
merdeka
Kapan kita
manusia
Kapan aku
manusia
Di sana
disebutkan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya dan telah merdeka, tetapi
hal tersebut menjadi sebuah pertanyaan “kapan kita manusia, kapan aku manusia”.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya masyarakat kita belum menjadi
manusia seutuhnya dalam arti kita masih harus mengalami proses perbaikan.
Dengan demikian
maka pendapat penulis, bahwa tema yang terkandung dalam puisi tersebut adalah
nasionalisme benar adanya.
B.
Perasaan
Perasaan
pengarang ketika membuat karya tersebut menurut pendapat penulis adalah
perasaan ketidakpuasan penyair atas lagu yang diciptakan WR. Supratman yang
mengumumkan bahwa Indonesia telah merdeka, sebab mungkin penyair berpendapat
bahwa Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Hal tersebut sangat kentara dengan
pertanyaan penyair yang penulis artikan bahwa pertanyaan tersebut ditujukan
pada WR. Supratman “kapan kita manusia, kapan aku manusia”.
Selain perasaa
ketidakpuasan penyair, perasaan yang terdapat dalam puisi di atas adalah
perasaan yang ingin menyindir keadaan Bangsa Indonesia yang katanya kaya tetapi
masih banyak masyarakatnya yang hidup di bawah garis kemiskinan. Atau sering
kita saksikan kekayaan tanah Indonesia di eksploitasi oleh bangsa lain.
C.
Nada dan Suasana
Nada yang tampak
dari puisi di atas adalah kegamblangan penyair dalam mengungkapkan realita
kehidupan Bangsa Indonesia yang belum sepenuhnya merdeka, Bangsa Indonesia yang
kaya tetapi masyarakatnya hidup di bawah garis kemiskinan, dan ada seseorang
yang begitu tertipu oleh kata-kata bahwa Indonesia telah merdeka (WR.
Supratman) sehingga menciptakan sebuah lagu “Indonesia Raya”.
Menurut pendapat
penulis, pengarang ini tergolong pengarang yang begitu berani mengungkapkan
sebuah kebenaran, tidak peduli apakah ada yang tersinggung atau tidak. Pendapat
penulis ini dibuktikan dengan pemakaian kata-kata yang begitu diafan
(seandainya dikaji secara struktural atau struktur lahir puisi) sehingga cukup
mudah diartikan. Selain itu Puisi tersebut ditujukan pada tokoh tertentu yang
disebutkan namanya.
Sedangkan
suasana yang diciptakan puisi tersebut dalam benak pembaca adalah sebuah
perasaan malu, sebab sangat sedikit orang yang menyadari bahwa bangsa kita
sebenarnya belum merdeka sepenuhnya, atau masyarakatnya belum menjadi manusia
seutuhnya. Dengan membaca puisi tersebut pembaca akan lebih meningkatkan
sumbangsihnya bagi negara yang dimulai dengan memperbaiki diri pribadi.
D.
Pesan
Pesan yang ingin
disampaikan penyair dalam puisi tersebut adalah bahwa kita sebagai masyarakat
Indonesia jangan sampai terbuai oleh gemor-gemor bahwa bangsa kita telah
merdeka, justru ada yang lebih berbahaya dari penjajahan secara fisik yaitu
penjajahan di bidang pendidikan, bidang ekonomi, dan sebagainya.
Pesan lainnya
adalah bahwa kita sebagai manusia harus berusaha meningkatkan kualitas pribadi
agar benar-benar menjadi manusia seutuhnya.
Ratna Ayu Budhiarti
TAHAJUD
Tuhanku
Aku tak kuasa tengadah lagi
Di depanmu aku begitu kerdil, tak
Setitik kecilpun
Tuhanku
Keangkuhanku sirna sudah mengingat
Diriku yang bersimbah debu kenistaan
Di hamparan sajadah merah
Aku terduduk, tafakur
Merenungi diri dan kisah perjalananku
Hari ini
Mohon lapangkan hidupku
Esok hari
1996
A.
Tema
Tema yang ada
dalam puisi yang berjudul “Tahajud” adalah tema religius. Seandainya puisi
tersebut dikaji diksinya, puisi tersebut didominasi oleh kata-kata yang
mencerminkan kereligiusan puisi, yaitu:
Tuhanku
Sajadah
Tafakur
Selain itu, tema
tersebut dapat disimpulkan melalui judul yang dipakai oleh pengarang yaitu
“tahajud”. Tahajud adalah salah satu sholat sunat yang dilaksanakan malam hari
setelah pelaku tidur sejenak.
Puisi tersebut
menceritakan pengakuan penyair tentang ke-Maha-Kuasaan Tuhan, penyair menyadari
bahwa dia begitu kecil jika dibandingkan dengan kekuasaan Tuhan.
Hal ini
merupakan hasil perenungan penyair ketika dia melaksanakan sholat tahajud.
Selain itu penyair menyadari bahwa dirinya adalah insan yang penuh dengan dosa.
Tuhanku
Aku tak kuasa
tengadah lagi
Di depanmu aku
begitu kerdil, tak
Setitik kecilpun
Tuhanku
Keangkuhanku
sirna sudah mengingat
Diriku yang
bersimbah debu kenistaan
Dengan pemaparan
yang telah penulis ungkapkan di atas maka jelas bahwa tema yang terkandung
dalam puisi di atas adalah tema religius.
B.
Perasaan (Feeling)
Perasaan penyair
dalam puisi tersebut adalah perasaan rendah diri penyair. Perasaan tersebut
hadir ketika dia merasa bahwa dirinya adalah insan yang dipenuhi dosa tetapi
Tuhan selalu saja memberikan rejeki padanya.
Penyair
menyadari bahwa dirinya tak pantas untuk berlaku angkuh di hadapan Tuhan.
Selain itu karena penyair merasa begitu kecil di hadapan-Nya maka penyair
memohon doa agar hidupnya dilapangkan.
Di hamparan
sajadah merah
Aku terduduk,
tafakur
Merenungi diri
dan kisah perjalananku
Hari ini
Mohon lapangkan
hidupku
Esok hari
C.
Nada dan Suasana
Pegarang
menyampaikan idenya pada pembaca dengan menggunakan dirinya sebagai tokoh dalam
puisi, sehingga tercermin bahwa penyair adalah seorang yang berbudi luhur,
rendah diri, dan peka.
Penyair tidak
berusaha mengingatkan pembaca dengan sikap yang menggurui, melainkan denga
sebuah teknik yang sempurna, sehingga tidak ada pihak yang merasa tersinggung
dengan hadirnya puisi tersebut.
Sedangkan suasana
yang ada setelah membaca puisi tersebut adalah mengikuti arus kesadaran
pengarang bahwa kita hanyalah mahluk Tuhan yang begitu kerdil, penuh dosa, dan
tidak pantas untuk berlaku angkuh di dunia milik-Nya.
D.
Pesan (Amanat)
Pesan yang ingin
disampaikan penagrang dalam puisinya adalah:
Kita adalah
mahluk Tuhan yang begitu kerdil jika dibandingkan dengan kekuasaan-Nya.
Manusia adalah
mahluk yang penuh dengan dosa, sedangkan Tuhan selalu memberikan rejeki pada
manusia.
Manusia tidak
pantas berlaku angkuh dan sombong di dunia.
Tidak ada tempat
berlindung dan memohon pertolongan kecuali Pada Tuhan.
D.
Zawawi Imron
KURSI
Sebuah kursi
peninggalan kakekku
ada lingkaran
terukir di situ
–
kek, jika tembangmu menyiratkan jalanku
dimana kau
simpan cerminmu?
bawah matahari
yang belum kuseru
laut begitu
dalam
menunggu dan
menunggu
dan lelaki tua
yang di pantai termangu
mungkin
bayang-bayang diriku
sebuah kursi
peninggalan kakekku
ada lingkaran
terukir di situ
dan aku berjalan
mencari sudut
lingkaran itu
1975
A.
Tema
Tema yang ada
dalam puisi tersebut adalah kemanusiaan, sebab menceritakan tentang sebuah
kehidupan. Tema tersebut dihadirkan dengan menggunakan metafor.
Sebuah kursi
peninggalan kakekku
ada lingkaran
terukir di situ
– kek, jika
tembangmu menyiratkan jalanku
dimana kau
simpan cerminmu?
Kursi pada puisi
di atas adalah sebuah simbol dari kehidupan. Pada kursi tersebut terukir sebuah
lingkaran yang penulis artikan sebagai pengalaman kehidupan. Mengapa penulis
mengartikan demikian?, sebab diperkuat oleh perkataan tokoh aku yang menanyakan
bagaimana pengalaman tersebut dan harus seperti apa aku menjalani kehidupan.
Bait selanjutnya
yang berbunyi:
bawah matahari
yang belum kuseru
laut begitu
dalam
menunggu dan
menunggu
dan lelaki tua
yang di pantai termangu
mungkin
bayang-bayang diriku
Bait tersebut
merupakan pendapat tokoh aku tentang masa depannya, dengan berbagi kemungkinan.
Apakah hanya akan menjadi lelaki tua yang termangu di tepi pantai? (seseorang
yang tidak berguna sampai hari tua).
Pemaparan penulis
di atas menjelaskan bahwa tema yang terdapat dalam puisi di atas adalah tema
kemanusiaan.
B.
Perasaan
Perasaan dalam
puisi di atas adalah bahwa penyair mengetahui dalam hidup ini diperlukan
pengalaman agar tidak salah dalam mengambil jalan.
Penyair merasa
perlu pengalaman dalam menjalani kehidupan, bahkan kehidupan harus selalu
bercermin dari pengalaman orang lain yang berguna bagi diri pribadi.
C.
Nada dan Suasana
Nada penyair
dalam menyampaikan inti cerita adalah dengan lugas menjelaskan betapa dalam
menjalani hidup ini diperlukan sebuah pengalaman, sebab sesuai pepatah bahwa
pengalaman adalah guru terbaik.
Suasana yang ada
dalam benak saya sebagai pembaca adalah perasaan berupa ungkapan persetujuan
tentang apa yang diungkapkan penyair, bahwa kehidupan memerlukan pengalaman.
D.
Pesan
Pesan
yang ingin disampaikan pengarang dalam puisi di atas adalah kita harus selalu
teliti dalam menjalani kehidupan, ketelitian tersebut memberikan pemahaman
bahwa hidup harus senantiasa berhati-hati. Salah satu cara untuk hidup
berhati-hati adalah dengan selalu bercermin dari pengalaman, baik itu
pengalaman pribadi ataupun pengalaman orang lain.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
3.1 SIMPULAN
Setelah menelaah
beberapa puisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa puisi begitu sarat dengan
makna yang sangat berguna bagi kita dalam menempuh kehidupan.
Mengkaji tema,
perasaan, nada, suasana, dan amanat sebuah puisi memberikan pelajaran yang
sangat berharga bagi penulis, selain kaitannya dengan panulis yang bergelut
dalam dunia pendidikan juga makana yang terkandung dalam sebuah puisi tidak
terlepas dari nuansa religius yang dapat memperkokoh keimanan.
3.2 SARAN
Penulis hanya
bisa menyarankan agar mempelajari dan memaknai sebuah puisi bukan Karen
atuntutan tugas atau lain hal, melainkan karena panggilan jiwa yang merasa
butuh akan amanat yang terkandung dalam sebuah puisi.
3.3 DAFTAR PUSTAKA
Esten, Mursal
(1995). MEMAHAMI PUISI. Bandung: Angkasa.
J. Waluyo,
Herman (1987). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.
Komentar
Posting Komentar